Petuah
Tidaklah seseorang dikatakan cerdas sampi ia memiliki dua perangai ; Tidak butuh terhadap dunia yang ada pada orang lain, memberi maaf, dan berlapang dada dari segala yang didapati dari mereka..{Ayub As Sikhtiyani, Makarimul Akhlaq Karya Ibnu Qayyim}
Manfaatkanlah (segala nikmat ini), sebagaimana orang yang memanfaatkannya di sisa hari-hari kehidupannya. Hendaklah berlomba untuk mendapatkan bagian kebaikan untuk dunia dan akhirat, sebelum habis waktunya, dan berjumpa denga azab. Hati-hatilah, untuk keluar dari duni ini dalam keadaan takut terhadap kematian, penuh penyesalan terhadap segala kebaiakan yang terlewatkan. Dan taufik hanyalah milik Allah semata. {Ibnu Abi Dunya dalam Makarimul Akhlaq}
Nasihat Imam Asy-Syafi’iy kepada Muridnya, Imam Al-Muzany
Imam Al-Muzany bercerita:
“Aku menemui Imam Asy-Syafi’iy menjelang beliau wafat, lalu kubertanya, “Bagaimana keadaanmu pada pagi ini, wahai Ustadzku?”
Beliau menjawab, “Pagi ini aku akan melakukan perjalanan meninggalkan dunia, akan berpisah dengan kawan-kawanku, akan meneguk gelas kematian, akan menghadap kepada Allah dan akan menjumpai kejelekan amalanku.
Aku tidak tahu: apakah diriku berjalan ke surga sehingga aku memberinya ucapan kegembiraan, atau berjalan ke neraka sehingga aku menghibur kesedihannya.”
Aku berkata, “Nasihatilah aku.”
Asy-Syafi’iy berpesan kepadaku, “Bertakwalah kepada Allah, permisalkanlah akhirat dalam hatimu, jadikanlah kematian antara kedua matamu, dan janganlah lupa bahwa engkau akan berdiri di hadapan Allah.
Takutlah terhadap Allah ‘Azza wa Jalla, jauhilah segalah hal yang Dia haramkan, laksanakanlah segala perkara yang Dia wajibkan, dan hendaknya engkau bersama Allah di manapun engkau berada.
Janganlah sekali-kali engkau menganggap kecil nikmat Allah kepadamu -walaupun nikmat itu sedikit- dan balaslah dengan bersyukur. Jadikanlah diammu sebagai tafakkur, pembicaraanmu sebagai dzikir, dan pandanganmu sebagai pelajaran.
Maafkanlah orang yang menzhalimimu, sambunglah (silaturrahmi dari)orang yang memutus silaturahmi terhadapmu, berbuat baiklah kepada siapapun yang berbuat jelek kepadamu, bersabarlah terhadap segala musibah, dan berlindunglah kepada Allah dari api neraka dengan ketakwaan.”
Aku berkata, “Tambahlah (nasihatmu) kepadaku.”
Beliau melanjutkan, “Hendaknya kejujuran adalah lisanmu, menepati janji adalah tiang tonggakmu, rahmat adalah buahmu, kesyukuran sebagai thaharahmu, kebenaran sebagai perniagaanmu, kasih sayang adalah perhiasanmu, kecerdikan adalah daya tangkapmu, ketaatan sebagai mata percaharianmu, ridha sebagai amanahmu, pemahaman adalah penglihatanmu, rasa harapan adalah kesabaranmu, rasa takut sebagai pakaianmu, shadaqah sebagai pelindungmu, dan zakat sebagai bentengmu.
Jadikanlah rasa malu sebagai pemimpinmu, sifat tenang sebagai menterimu, tawakkal sebagai baju tamengmu, dunia sebagai penjaramu, dan kefakiran sebagai pembaringanmu.
Jadikanlah kebenaran sebagai pemandumu, haji dan jihad sebagai tujuanmu, Al-Qur`an sebagai juru bicaramu dengan kejelasan, serta jadikanlah Allah sebagai Penyejukmu.
Barangsiapa yang bersifat seperti ini, surga adalah tempat tinggalnya.”
Kemudian, Asy-Syafi’iy mengangkat pandangannya ke arah langit seraya menghadirkan susunan ta’bir. Lalu beliau bersya’ir,
Kepada-Mu -wahai Ilah segenap makhluk, wahai Pemilik anugerah dan kebaikan-
kuangkat harapanku, walaupun aku ini seorang yang bergelimang dosa
Tatkala hati telah membatu dan sempit segala jalanku
kujadikan harapan pengampunan-Mu sebagai tangga bagiku
Kurasa dosaku teramatlah besar, tetapi tatkala dosa-dosa itu
kubandingkan dengan maaf-Mu -wahai Rabb-ku-, ternyata maaf-Mu lebihlah besar
Terus menerus Engkau Maha Pemaaf dosa, dan terus menerus
Engkau memberi derma dan maaf sebagai nikmat dan pemuliaan
Andaikata bukan karena-Mu, tidak seorang pun ahli ibadah yang tersesat oleh Iblis
bagaimana tidak, sedang dia pernah menyesatkan kesayangan-Mu,Adam
Kalaulah Engkau memaafkan aku, Engkau telah memaafkan
seorang yang congkak, zhalim lagi sewenang-wenang yang masih terus berbuat dosa
Andaikata Engkau menyiksaku, tidaklah aku berputus asa,
walaupun diriku telah engkau masukkan ke dalam Jahannam lantaran dosaku
Dosaku sangatlah besar, dahulu dan sekarang,
namun maaf-Mu -wahai Maha Pemaaf- lebih tinggi dan lebih besar
[Tarikh Ibnu Asakir Juz 51 hal. 430-431]
Di Atas Sunnah Adalah yang Terbaik
Ibnu Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu berkata,
اقْتِصَادٌ فِي سَنَةٍ خَيْرٌ مِنِ اجْتِهَادٍ فِي بِدْعَةٍ
“Hemat dalam suatu sunnah adalah lebih baik dari bersungguh-sungguh dalam suatu bid’ah.” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabarâny]
Ucapan ‘Saya Tidak Tahu’
Umar bin Al-Khaththab radhiyallâhu ‘anhu berkata,
الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ: كِتَابٌ نَاطِقٌ، وَسُنَّةٌ مَاضِيَةٌ، وَلَا أَدْرِيْ
“Ilmu ada tiga: Kitab (Al-Qur’an) yang berbicara, Sunnah (Nabi) yang terus berlaku, dan (upacan) ‘saya tidak tahu’.” [I’lamul Muwaqqi’in karya Ibnul Qayyim]
Yang Menghancurkan Agama
Dari Ziyâd bin Hudair, beliau berkata, Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhuberkata kepadaku, “Apakah engkau tahu apa yang menghancurkan (agama) Islam?” Saya menjawab, “Tidak.” Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
يَهْدِمُهُ زَلَّةُ الْعَالِمِ، وَجِدَالُ الْمُنَافِقِ بِالْكِتَابِ، وَحُكْمُ الْأَئِمَّةِ الْمُضِلِّينَ
“(Agama Islam) dihancurkan oleh ketergelinciran seorang alim, jidal kaum munafiqin dengan Al-Qur’an, dan hukum para pemimpin yang sesat.” [Diriwayatkan oleh Ad-Darimy dan selainnya]
Hakikat Takwa
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhumâ berkata,
لَا يَبْلُغُ الْعَبْدُ حَقِيقَةَ التَّقْوَى حَتَّى يَدَعَ مَا حَاكَ فِي الصَّدْرِ
“Tidaklah seorang hamba mencapai hakikat takwa hingga dia meninggalkan apa yang berseteru dalam hatinya.” [Disebutkan oleh Al-Bukhary dalam Shahihnya secara Mu’allaq]
Dari Bagian Keimanan
Abdullah bin Mas’ûd radhiyallâhu ‘anhu berkata,
الصَّبْرُ نِصْفُ الإِيمَانِ، وَالْيَقِينُ الإِيمَانُ كُلُّهُ
“Sabar adalah seperdua keimanan, dan Yakin adalah keimanan seluruhnya.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam Tarikhnya sebagaimana dalam Taghlîq At-Ta’lîq, dan Al-Hakim]